Perjalanan Berau Samarinda via darat
Dua hari ini cukup unik untuk saya. Bisa dibayangkan perjalanan cukup jauh yang di tempuh hanya tiga hari. Mungkin bagi orang lain biasa. Tapi ini pengalaman pertama yang cukup lama.
Kali ini saya coba ulas bukan perjalanannya. Tetapi lebih pada kondisi daerah selama perjalanan. Kalau kita menjalani perjalanan darat, rutenya berkelok. Ini memang wajar, karena sebelumnya jalan ini adalah bekas jalan logging perusahaan kayu. Sebelumnya sarana transportasi adalah sungai. Di Berau ada 2 sungai besar yaitu Kelay dan Segah. Jadi kampung-kampung berada di sepanjang kanan kiri sungai. Karena jalan ini untuk mengambil kayu, maka teorinya adalah membuat jalan yang efektif dan efisien. Maksudnya cari jalan yang paling dekat dan murah. Dulu mereka membuat trase jalan menggunakan peta kontur. Jalan yang efisien adalah melalui rute punggung atau lereng bukit.
Coba saya bercerita sedikit. Sekitar 6 hari yang lalu, saya dapat pesan Whatsapp kalau harus menghadiri sebuah acara penting di Samarinda. Jadwalnya adalah Sabtu siang sekitar jam 1. Sebelumnya saya sudah berjanji dengan mahasiswa saya, kalau hari ahad akan ada praktik inventarisasi hutan. Karena mengukur kayu, maka kegiatan ini harus masuk hutan khas Kalimantan.
Pertama agak dilema, apakah harus menghadiri acara itu. Karena walau janji dengan mahasiswa, tetap dinamakan janji. Sesuatu yang harus ditepati. Saya coba hitung-hitung perjalanannya. Khususnya waktu tempuh dan risiko selama perjalanan. Hitungan saya cukup realistis kalau ikut acara di Samarinda dan tetap melakukan kegiatan praktik. Jadi perkiraan saya, Jumat dari Berau dan sampai di Samarinda sekitar Sabtu siang. Sekitar 15 atau 16 jam perjalanan. Ini sudah termasuk 2 atau 3 kali istirahat untuk kesegaran sopir dan mendinginkan mobil.
Sebenarnya perjalanan normal sekitar 12 sampai 13 jam an aja. Saya pernah mencoba carter sendiri. Cukup sekali istirahat tembus sekitar 13 an jam. Tetapi kali ini, karena ikut taxi reguler, maka perlu dihitung istirahat. Target acara jam 1, jadi masih bisa terkejar. Kemudian acara dilihat dari rundown-nya sampai jam 6 an sore. Saya tanya ke travel, ternyata malah banyak taxi dari Samarinda ke Berau. Akhirnya saya putuskan berangkat. Fii amanillah.
Jumat pagi, saya hubungi travel taxi langganan saya. Apakah ada slot kursi depan untuk ke Samarinda. Saya sengaja minta duduk di depan. Karena perjalanan jauh dan harus bolak balik. Saya sempat kerja pagi itu. Karena hari Jumat, saya pulang. Jadwal saya cukup banyak hari itu. Pagi harus diskusi dengan Pemda sampai jam 11 an. Dan bakda Jumat ada jadwal diskusi online zoom meeting sekitar jam 2 dengan tim internal kantor. Wah, ini bisa dilakukan di rumah. Kebetulan di rumah saya memiliki fasilitas wifi yang bagus. Sekitar jam 17.30, taxi travel datang menjemput. Nah, penumpang hanya 1, jadi 2 dengan saya. Walaupun merk Xenia, tapi kelihatannya sopirnya berpengalaman.
Saya sengaja makan sore sebelum perjalanan. Porsinya cukup banyak kali ini. Karena berupaya untuk tidak makan selama perjalanan. Kecuali besok paginya pikir saya. Cukup bawa 2 botol air putih. Saya masukan beberqpa helai bunga telang agar ada anti oksidan. Walaupun hanya dengan air dingin, tetap aja larutannya menjadi biru, walaupun menunggu beberapa jam. Beda kalau dikasih air panas.
Fyi. Saya memang biasa mengonsumsi air panas yang dikasih bunga telang. Kebetulan di rumah saya tanam beberapa bunga telang dan setiap hari ada yang mekar dan siap dikonsumsi. Banyak artikel yang dibaca. Kesimpulannya air campuran bunga telang ini sangat baik untuk kesehatan. Biasa saya bawa ke kantor untuk diminum. Saya kasih madu asli dan sering juga dicampur dengan perasan jeruk nipis. Madunya sebaiknya yang asli yaitu madu Merabu yang terkenal. Madunya enak, manisnya pas. Saya tahu betul, karena memang dampingan kantor kami. Di samping itu, pemanenannya higienis karena tanpa peras. Jadi madu cukup ditiriskan. Di samping itu, pemanenannya lestari. Maksudnya tidak semua sarang dipotong. Tetapi disisakan beberapa bagian sarang.
Selama perjalanan, banyak yang didiskusikan. Baik dengan penumpang lain maupun dengan sang sopir. Teman penumpang ini ternyata seorang karyawan perusahaan batubara yang dimutasi ke Muara Teweh. Sebuah kabupaten di Kalimantan Tengah. Katanya dia baru cuti selama 2 pekan. Katanya cukup jauh perjalanan. Cutinya 3 bulan sekali dan perusahaan menyediakan fasilitas kendaraan untuk cuti. Bagus juga. Dia bercerita kalau perjalanan bisa sampai 2 hari 2 malam. Ini sudah termasuk istirahat. Dia operator dumptruck. Masih muda umurnya. Baguslah. Katanya di campnya cukup bagus dengan fasilitas yang cukup lengkap. Karyawan sekira 300 an. Tetapi agak jauh dari kota. Sekitar 2 jam an. Jadi jarang ke kota. Saya sempat tanya. Kenapa mau dimutasi sampai jauh. Padahal rumah dan orang tuanya di Berau. Ya... katanya memang di site Berau ada pengurangan tenaga kerja khususnya untuk operator. Nah, ada slot kosong di Muara Teweh ini. Makanya dia dipindah kerja. Karena masih muda, diikutinya aja.
Saya juga ngobrol dengan sopir. Dia merupakan seorang sopir berpengalaman. Sudah lama dia bekerja menjadi sopir. Kelihatannya saat dia membawa mobil, halus pembawaannya. Sang sopir ternyata cukup taat beribadah. Sampai waktu maghrib, kami singgah sebentar di sebuah masjid kecil. Ya.. sekitar 1 sampai 2 jam perjalanan, sekitar daerah kampung Merasa. Kami berjamaah dan saya pimpin jadi imam. Masjid kecil tapi nyaman. Jalanan lumayan bagus. Walau ada beberpa lokasi yang berlubang. Kalau sopir berpengalaman, penumpang bisa tidur karena jalannya lembut. Tapi kalau tidak berpengalaman biasanya jalan mobil sering tersendat khususnya pada saat ganti gigi, misalnya atau saat mendadak berhenti karena ada lubang kecil.
Saya coba buat seperti milestone perjalanan sesuai dengan waktu istirahat yang biasa dilakukan oleh sopir. Dari Tanjung Redeb kita biasanya sekitar 1 sampai 2 jam akan singgah di Kampung Sidobangen, ibukota Kecamatan Kelay. Ditandai Jembatan Kelay.
Biasanya disini penumpang shalat. Masjidnya cukup bagus karena masih dalam proses renovasi. Tapi sudah bisa digunakan. Penumpang masih belum makan kalau disini. Kita bisa berhenti sekitar setengah jam, sambil istirahat atau ke kamar kecil. Ini biasanya saya sebut sebagai milestone pertama.
Selanjutnya perjalanan dilanjutkan sekitar setengah atau 1 jam an ke milestone kedua. Nah, disini ada 2 opsi. Pertama daerah yang bernama Gunung Minyak.
Penamaan ini kelihatannya karena kebiasaan. Mungkin dulu ada tumpahan minyak palm oil. Jadi terkenal dengan sebutan gunung minyak ini. Saya sempat istirahat sebentar. View nya cukup bagus. Seperti di puncak. Walaupun tidak penuh 360 derajat. Tetapi di sebelah selatan kalau pas waktu pagi, kita bisa melihat perbukitan hutan yang ditutupi awan... cantik. Di sebelah utara terlihat hutan tropis khas Kalimantan. Opsi lain adalah daerah Letta biasa disebut. Sebuah daerah perkampungan baru di kampung Merapun. Ini cukup ramai.
Kemudian kita lanjutkan ke milestone ketiga. Biasanya kita berhenti di Kecamatan Muara wahau. Ini sudah masuk Kabupaten Kutai Timur. Banyak pilihan untuk istirahat. Pilihan kuliner juga banyak. Termasuk tempat untuk shalat. Salah satu masjid yang bisa disinggahi adalah Masjid An Nabawi. Masjidnya cukup besar dan bersih. Termasuk toiletnya yang dipisahkan antara wanita dan pria. Kita bisa istirahat di serambi masjid yang bersih dan cukup luas. Ada lagi tempat makan favorit saya yg menyediakan ikan goreng. Pokoknya tergantung selera. Muara wahau ini banyak warga yang menanam sawit. Sepanjang jalan walaupun banyak pemukiman, tetapi di belakang rumahnya sudah banyak perkebunan sawit. Ekonomi warga cukup bagus dan akhirnya multiplyer effect nya banyak pendatang yang berdatangan dan menetap disini.
Lalu kita lanjutkan ke milestone ke empat. Jarak tempuhnya sekitar 2 jam an. Namanya Simpang Perdau di Kecamatan Bengalon, Kutim.
Nah ... disini sebenarnya cukup nyaman. Sangat ramai. Warung makan disini 24 jam buka. Saya sempat tanya.. katanya dia istirahat di pagi hari pas sepi. Tapi malam ramai sekali. Pemilik warung menyediakan tempat shalat sederhana dan toilet yang cukup bersih. Bahkan ada juga warung yang menyediakan tempat tidur. Lokasi ini sebenarnya Simpang tiga. Arah ke Samarinda dan Sangkulirang.
Sebelum sampai ke Simpang ini. Kita melewati daerah Gunung Kudung. Saya tidak tahu pasti asal nama ini. Tapi lokasi nya cukup tinggi dengan tanjakan panjang. Dengar2 jalan ini dulunya sangat sulit. Karena tinggi. Awalnya jalan ini jelek. Tapi sekarang sangat bagus dan enak dijalani. Sepanjang jalan banyak warga yang menanam sawit walaupun berada di daerah yang cukup tinggi.
Tibalah di milestone ke 5. Biasanya saat tiba di Sangata. Ibukota Kutim. Tapi kami jarang betul mampir di ibukota ini. Sesekali aja. Malah kami lanjut ke Simpang tiga antara Samarinda dan Bontang. Disini ada sebuah warung makan dan sebuah mushalla kecil yang bersih. Banyak yang mampir disini.
Sampai sini biasanya pagi hari. Jadi saya sempatkan shalat dhuha. Dan makan nasi kuning. Cukup enak sebenarnya. Sebenarnya banyak pilihan makanan, ada snack gorengan, nasi campur dan lainnya. Kebetulan tadi malam belum makan nasi, maka pagi ini makan agak berat... alhamdulillah.
Setelah sekitar setengah jam, kami lanjutkan ke Samarinda. Ya.. sekitar 2 jam an kita sampai di Samarinda. Selamat datang Kota Tepian... ya sekira jam 11 pagi...
Setelah selesai jam 20.30 saya balik lagi ke Berau. Dengan menghubungi travel, saya dijemput. Tentu rutenya sama dan saya minta duduk di depan walau harus menambah bayaran lebih. Karena sudah shalat maghrib dan isya, saya tenang selama perjalanan. Malam relatif nyaman. Dan kami sampai ke Simpang Perdau sekitar jam 11 an. Sopir tidur dan kami juga istirahat. Kali ini teman penumpang sebanyak 3 orang. Seorang mahasiswa, mantan karyawan kiani dan seorang ibu. Awalnya mau memberikan ke sang ibu, tetapi karena mahasiswa ini seorang wanita, saya lebih memilih duduk di depan. Lebih aman syariat.
Kali ini saya coba ulas bukan perjalanannya. Tetapi lebih pada kondisi daerah selama perjalanan. Kalau kita menjalani perjalanan darat, rutenya berkelok. Ini memang wajar, karena sebelumnya jalan ini adalah bekas jalan logging perusahaan kayu. Sebelumnya sarana transportasi adalah sungai. Di Berau ada 2 sungai besar yaitu Kelay dan Segah. Jadi kampung-kampung berada di sepanjang kanan kiri sungai. Karena jalan ini untuk mengambil kayu, maka teorinya adalah membuat jalan yang efektif dan efisien. Maksudnya cari jalan yang paling dekat dan murah. Dulu mereka membuat trase jalan menggunakan peta kontur. Jalan yang efisien adalah melalui rute punggung atau lereng bukit.
Untuk pemilihan kedua lokasi ini, menyebabkan rute jalan menyesuaikan dengan perbukitan yang ada. Maka terkadang berkelok. Pemilihan rute ini biasanya juga menghindari pemotongan sungai yang harus membuat jembatan. Wajar, karena membuatnya perlu biaya mahal.
Dampak pemilihan rute jalan ini, selain berkelok, badan jalan relatif mudah longsor kalau pinggir jalan tidak memiliki pohon keras. Dengan adanya hujan, terjadi longsor. Saat saya lewati, beberapa titik sudah longsor karena berada di lereng bukit.
Kedua, ulasannya adalah kondisi hutan yang ada. Dari milestone yang ada. Milestone satu, memiliki Hutan yang cukup lebat. Bahkan berada di hutan lindung. Kita bisa lihat, kanan kirinya banyak pohon2 besar.
Kelihatan hutannya apakah pohon dari hutan primer. Cirinya pohonnya besar. Biasanya ada pohon meranti sebagai ciri pohon hutan dipterocarpa. Karena memang dari awal, hutan ini tidak ada pemanenan. Karena hutan masih lebat, maka tajuknya besar dan bisa menghalangi sinar matahari masuk dan menyinari jalan. Akibatnya kalau ada lubang atau rusak, biasa becek dan cepat rusak. Kalau ada perusahaan, biasanya dilakukan tebang matahari agar jalannya cepat kering dan tidak mudah rusak.
Milestone yang lain hutannya sudah kurang baik. Biasanya sudah jadi hutan sekunder.
Biasanya ditandai dengan adanya pohon cepat tumbuh atau pioner dan alang2. Karena memang hutan ini sudah dibuka sebelumnya. Pohon-pohon ini memang baru tumbuh.
Di samping itu, milestone lain terdapat pemukiman atau perkebunan.
Kondisinya biasanya jalan datar atau relatif datar. Karena berada di area penggunaan lain. Sehingga bila ada masalah cepat dibaiki. Karena datar dan terbuka relatif kuat. Dibandingkan di milestone 1.
Cerita para sopir
Kali ini saya coba cerita dengan beberapa sopir yang membawa saya. Nah, beberapa sopir kebanyakan berasal dari Sulawesi Selatan. Walau ada juga dari daerah lain. Saya tidak tahu kenapa. Tapi mayoritas berasal dari daerah ini. Dari hasil ngobrol, ada sopir yang tidak memiliki mobil sendiri. Jadi travel yang menyiapkan. Setiap trip mereka mendapatkan seperti fee dari travel atau memiliki mobil setelah dikurangi biaya bbm. Ada juga yang memiliki mobil sendiri. Rata2 mereka bekerja sama dengan agen travel untuk memudahkan mendapatkan langganan atau penumpang. Nanti agen travel dapat komisi dari setiap penumpang. Kalau dari cerita, pengeluaran bbm sekali trip Samarinda Berau atau sebaliknya sekitar 600 an ribu rupiah.
Saya juga pernah tanya... apa aja yang perlu diperiksa kalau mau berangkat. Katanya pasti bbm, lalu kondisi air radiator, kondisi ban, perlengkapan perbaikan kerusakan. Tapi yang paling penting adalah kondisi tubuh. Cukup istirahat, karena perjalanan jauh. Tidak jarang mereka malah tidur di restoran area. Sebagai penumpang, kita maklum. Betapa bahayanya bila dalam perjalanan jauh, seorang sopir mengantuk.
Apalagi kalau sudah berpapasan dengan mobil besar, seperti truk minyak sawit atau pembawa alat berat. Ini dibutuhkan kehati-hatian dan fokus. Kalau ngantuk sangat berbahaya. Apalagi kalau di milestone 1 yang berliku serta berjalan sempit.
Para sopir ini ternyata masuk dalam sebuah perkumpulan gabungan sopir. Seperti asosiasi para sopir. Saya lupa apa namanya. Yang jelas, asosiasi ini menaungi para sopir bila ada masalah. Kecelakaan, hubungan dengan aparat atau masalah sosial lainnya. Bagus juga...
Kalau pengalaman para sopir, rata2 mereka mendapat trip 3 kali sepekan. Karena bolak balik. Hitungan kasar setiap trip mungkin dapat 500 sampai 1 juta rupiah. Cukup lah.
Sebulan bisa dapat sekitar 10 an juta. Kalau lancar dan banyak penumpang. Tapi kadang bervariasi pendapatan mereka.
Cerita warung rest area
Banyak persinggahan yang bisa menjadi rest area. Di setiap milestone, saya lihat ada saja warung yang menyiapkan kuliner.
Macam2 yang disiapkan. Mereka biasa buka 24 jam. Sehari semalam. Ada yang menarik, salah satu warung bahkan ada yang menyediakan wifi berbayar. Karena lokasi berada di remote area, penting juga bagi penumpang untuk bisa mendapatkan sinyal HP. Misalnya memberikan kabar ke keluarga.
Sang sopir biasa mendapatkan keistimewaan. Mereka mendapat pelayanan dari pemilik warung seperti tempat tidur dan makan gratis. Ini sebuah simbiosis mutualisme antara sopir dan pemilik warung. Warung ramai, sang sopir bisa istirahat dan makan gratis.
Di warung ini berbeda-beda fasilitasnya. Tapi secara umum mereka memberikan fasilitas toilet yang cukup baik, mushalla, bahkan tempat istirahat bagi para penumpang, selain tentu tempat khusus untuk sopir. Fasilitas ini sangat penting bagi penumpang. Karena perjalanan jauh pasti memerlukan toilet atau tempat shalat. Saya melihat warung2 yang memiliki toilet yang bersih dan mushalla yang relatif bagus, biasanya banyak pengunjungnya. Kalau makanan kelihatannya tidak terlalu menjadi pertimbangan utama.
Yang paling penting adalah lahan parkir yang luas dan bagus. Ini penting bagi sopir. Sehingga lebih memilih yang mudah untuk parkir. Makanya rata2 warung memiliki lahan parkir luas dan tentu kering. Jarang ada yang becek walaupun hujan.
Ending cerita...
Saya lupa.. awalnya saya mau berangkat dari Samarinda sekitar pukul 17.00 wite dan diperkirakan sampai Berau jam 9 an. Ternyata mobil jemput sampai jam 20.30. Rencana saya mau mengadakan praktik akhirnya batal. Saya hubungi ketua kelas kalau tidak memungkinkan. Karena kemungkinan sampai di Berau siang. Ini tidak mungkin. Akhirnya dengan berat hati, praktik dibatalkan dan jadwal ulang. Padahal dari awal saya sudah mengatur jadwal dengan teliti. Tapi apalah daya... manusia yang punya rencana tapi Allah yang menentukan.
Akhirnya jam 11 an saya sampai di Tanjung Redeb... alhamdulillah
Komentar
Posting Komentar